Sejarah Desa

DSCN0441

Awal pecahnya Dusun Robatal Timur menjadi Desa Lepelle terjadi pada sekitar tahun 1938 yang bermula dari konflik antara Masyarakat Robatal Timur dengan Kepala Desa Robatal. Konflik ini terjadi karena permasalahan pajak yang diminta oleh Kepala Desa Robatal terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan kondisi perekonomian Masyarakat Desa Robatal Timur, kegiatan penagihan pajak ini ternyata dilatar belakangi oleh masyarakat etnis tionghoa yang dulunya menetap di Robatal Timur. Masyarakat etnis tionghoa inilah yang mengelola aliran keuangan kepala desa Robatal pada saat itu. Sehingga pada suatu saat timbul inisiatif dari para sesepuh untuk tidak lagi menarik pajak terhadap masyarakat untuk diserahkan kepada Kepala Desa Robatal.

Hal ini terjadi karena keprihatinan para tokoh masyarakat Robatal Timur yang mayoritas pekerjaaannya adalah petani dan berpenghasilan menengah kebawah. Sehingga secara tidak langsung pajak ini membebani kehidupan masyarakat Robatal Timur.

Keadaan ini berlangsung lama dan meresahkan Kepala Desa Robatal yang selalu mendapat tekanan dari masyarakat etnis tionghoa, yang pada akhirnya karena kejengahan Kepala Desa terhadap sikap para Masyarakat, Kepala Desa Robatal mengeluarkan suatu kebijakan kepada masyarakat Robatal Timur, “Wes, la le-pele dhibi’ “ (sudah silahkan pilih saja sendiri). Yaitu masyarakat dipersilahkan memilih tindakan apa yang menurut mereka sesuai.

Dengan kebijakan Kepala Desa tersebut, Masyarakat Robatal Timur memilih untuk memisahkan diri, sehingga secara resmi terbentuklah Desa Lepelle. Desa Lepelle itu sendiri berada dibawah pimpinan Mbah Nursita, yang merupakan pemimpin pertama Desa Lepelle yang masa jabatannya kurang lebih sekitar 50 tahun. Pada saat itu, proses pemilihan Kepala Desa Lepelle masih menggunakan media Daun Juwet. Yaitu setiap warga/pemilih, masing-masing menerima daun juwet untuk memilih calon-calon Kepala Desa. Sementara itu, para calon Kepala Desa berada di tempat duduk yang telah disediakan. Ketika dimulai proses pemilihan, para pemilih memberikan daun juwet kepada calon Kepala Desa pilihannya masing-masing. Setelah semua warga memberikan daun tersebut, para calon menyerahkan daun dari warga kepada petugas penghitungan suara yang nantinya akan mengumumkan hasil pemilihan tersebut sekaligus mengumumkan siapa Kepala Desa terpilih. Calon Kepala Desa yang mendapatkan Daun dengan jumlah terbanyak, maka calon tersebut yang resmi menjadi Kepala Desa Lepelle, yang saat itu dimenangkan oleh Mbah Nursita.

Setelah masa kepemimpinan Mbah Nursita berakhir, system pemilihan Kepala Desa yang kedua dilakukan dengan cara yang sedikit berbeda, yakni menggunakan media Lidi. Lidi tersebut diletakkan di sebuah tempat yang terbuat dari bambu yang masing-masing bambu memiliki bendera dengan warna yang berbeda  sebagai tanda bahwa bambu tersebut milik salah satu calon Kepala Desa. Pada saat itu, yang terpilih menjadi Kepala Desa Lepelle adalah Mbah Matsari yang menjabat selama kurang lebih 38 tahun.

Di pemilihan Kepala Desa yang ketiga, system pemilihannya mengalami perubahan. Karena pada system yang sebelumnya ditemukan kecurangan. Kecurangan itu ditimbulkan dari panitia sendiri, seperti pemindahan tanda untuk tempat pengumpulan suara sah, sehingga pada pemilihan yang ketiga pemilihan kepala desa di Lepelle mengalami perubahan menjadi sistem pemilu raya pada umumnya, dan system itu berlaku hingga saat ini.

Tradisi tahunan didesa Lepelle sendiri yaitu “khallan”(yasinan bersama), yang biasanya disatukan dengan perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini biasanya dilakukan secara serentak dalam satu dusun. Sehingga kekeluargaan dalam dusun tersebut semakin kokoh. Hal ini jarang ditemukan didesa-desa lainnya.

Secara administratif, Desa Lepelle terletak di Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang. Secara topografi, Desa Lepelle tergolong kawasan dataran tinggi/pegunungan dan bukan pantai yang memiliki luas 10,92 km2 dan tinggi wilayah 63,101 meter dari permukaan laut. Desa Lepelle terdiri dari 8 Dusun, yaitu Dusun Lepelle, Bung Lampok, Planggheren Barat, Planggheren Timur, Trebung Barat, Trebung Timur, Probhungan, Rung Nunggal.